Minggu, 24 Juni 2018

Cinta Untukmu dan Untuk-Nya (Part 4)


●Kesedihan dan Penyesalan●
Keheningan menyelimuti hati. Kepedihan tak terbalaskan. Kesunyian selalu menemani. Malam demi malam seolah tak ingin menemani. Sesaat terdiam namun semua tiada arti. Hanya satu yang menemani, air mata. Air mata sedih, rindu, cinta, lega, penyesalan, ampunan, do'a, sujud, ikhtiar, semua tercampur menjadi satu. Tak ada yang bisa menggambarkan perasaan ini, tak satupun. Do'a tiada henti terucap. Istighfar selalu terpancar dari mulut ini. Namun perasaan kosong dan hampa tak kunjung berhenti. Perih, itu yang kurasakan.
Setelah kejadian itu, Tian tak pernah sekalipun menghubungiku. Aku tau, pasti ia sangat terkejut akan keputusanku. Tapi inilah yang terbaik. Mungkin ia menganggapku jahat dan sangat egois. Namun aku memikirkan kebaikannya, kebaikan bersama. Memang aku tak menceritakan semua alasannya, termasuk ibu yang sakit, tapi semata-mata aku ingin agar tidak ada penyesalan dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, termasuk kondisi ibu. Aku tak ingin ia ikut memikirkan kondisi ibu.
Perasaan ingin kembali, selalu terngiang. Namun aku menghilangkan perasaan tersebut dengan selalu beristighfar dan berpasrah kepada takdir Allah. Aku bersedih karena harus mengikhlaskannya dan terkadang kenangan tentangnya selalu muncul, namun aku juga bersedih karena aku merasa bahwa kenangan itu juga mengandung banyak kesalahan dan dosa, aku terus memohon ampun kepada-Nya. Air mata tak kunjung berhenti, bahkan aku pun takut untuk keluar kamar dan bertemu ayah ibu. Entah apa yang mereka pikirkan jika melihat anaknya menangis.
Boneka darinya selalu ku peluk dengan erat. Aku terus meyakinkan kepada diriku sendiri bahwa aku kuat, aku bisa mengikhlaskannya, dan ini adalah cinta yang sesungguhnya, cinta yang membawa kebaikan untuknya. Aku terus meyakinkan diriku bahwa dia akan mengerti dan jika dia memiliki perasaan yang sama besarnya denganku, maka dia pun akan senantiasa menunggu hingga saatnya nanti. Aku pun terus meyakinkan diriku bahwa aku bisa menunggunya, menunggu hingga saat Allah menakdirkan dengan jalan-Nya. Tangisanku tak terbendung, saat semua telelap dalam tidur, aku pun masih terjaga. Namun syukurlah aku dapat menyembunyikannya dari ayah dan ibu.
Kekhawatiran selalu mempermainkanku. Tak bisakah untuk dihentikan? Iya, aku selalu khawatir akan keadaan Tian. Apakah Tian baik-baik saja? Mungkin aku hanya bisa menanyai keadaannya melalui teman-temannya. Saat mereka mengatakan Tian baik-baik saja, hatiku pun lega. Namun aku tak bisa untuk terus menerus mengkhawatirkannya. Walaupun terkadang rutinitas dan kegiatannya membuatku khawatir, tapi aku bukan siapa-siapanya lagi. Mungkin aku pun sudah tak berarti baginya. Walaupun aku meyakini bahwa perasaan Tian sama besarnya denganku, namun tak dapat kupungkiri jika ternyata ia tak memiliki perasaan sebesar itu dan mungkin akan mencari wanita lain atau kembali dengan mantan kekasih atau "gebetan". 
Aku selalu menyendiri. Walau di sekolah kami bertemu, kami tak saling menyapa. Aku hanya ingin agar kami bisa berteman lagi seperti dulu, akan tetapi aku merasa ia tak menginginkannya. Dia terasa sangat dingin dan asing bagiku. Benar-benar asing. Andaikan dia tau bagaimana perasaanku yang sebenarnya. Aku hancur, akan tetapi aku bahagia karena kehancuranku ini akan membawa kebahagiaan untuknya atas dasar-Nya.
Namun suatu ketika kehancuranku benar-benar mendalam. Keyakinanku akan dirinya seolah telah dipatahkan. Aku tak menyangka hal itu terjadi. "KECEWA" hanya itu yang bisa tergambar dari perasaanku. Di depan mataku sendiri, kejadian itu terjadi. Apakah dia kembali dengannya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Meraih Impian (Cerita Sejarah Pribadi)

Kala itu bertepatan pada hari kartini, terdapat seorang anak yang mulai membuka mata untuk pertama kalinya. Tangisan terdengar saat ia mula...