Sabtu, 23 Juni 2018
Cinta Untukmu dan Untuk-Nya (Part 3)
●Alasan Putus●
Gemetar, itu yang kurasakan. Angin yang berhembus seolah menyiratkan kebenaran. Dinginnya malam seolah tak terasa bagiku.
Seminggu sebelumnya, tiba-tiba ibu sakit. Ibu setiap hari selalu batuk-batuk, bahkan sesekali pernah mengeluarkan darah karena tenggorokannya luka. Saat itu aku selalu cerita kepada Tian, akan tetapi aku hanya bilang bahwa ibu sakit, dan tidak menceritakannya secara detail. Tian selalu menyuruhku untuk merawat ibu. Terkadang saat ibu batuk, ia juga sering pusing dan mual. Saat itu aku sangat kasihan kepada ibu. Batuknya pun tak kunjung sembuh. Suatu ketika sebelum hari dimana aku memutuskan Tian, aku merasa sangat frustasi. Aku merasa sakitnya ibu karena aku, karena dosaku, karena kesalahanku. Aku pernah mendengarkan ceramah, kata ustadz jika seorang anak melakukan dosa maka orang tua akan bertanggung jawab terhadapnya dan akan ikut menanggung dosa sang anak. Aku merasa bahwa sakitnya ibuku dikarenakan atas dosaku yang memutuskan untuk berpacaran. Memang dosaku bukan hanya itu, tapi sebenarnya ibu dan ayah sudah melarangku untuk berpacaran sejak awal. Akan tetapi aku berbohong kepada mereka dan memutuskan untuk melakukannya. Aku sadar, aku tak mau jika orang tuaku terkena dampak buruk atas perbuatanku. Apakah mungkin ibu sakit karenaku?
Nuri juga pernah menasehatiku, "Putri, aku tak bisa melarangmu berpacaran, akan tetapi sebagai sahabatmu, aku hanya bisa menasehatimu. Ingat, saat kamu melakukan dosa yang sudah jelas kamu ketahui bahwa itu dosa, maka semua kebaikan dan amal ibadahmu akan sia-sia. Aku pernah mendengar hal ini saat ada ceramah. Ingat put, aku hanya kasihan kepadamu dan Tian". Saat itu aku berpikir, aku tak mau amal dan ibadahku sia-sia. Dan aku juga tak mau amal ibadah dan semua kebaikannya seperti aktifnya di remas dan lainnya menjadi sia-sia.
Lalu saat sore hari aku juga mendengar cerama dari stasiun televisi, dan menurutku perkataan ustadz inilah yang benar-benar tertancap di hati dan pikiranku. Beliau mengatakan "Ketahuilah! Cinta hanya akan membawa kebaikan bagi orang yang kita cintai. Jika kau memutuskan untuk berpacaran, apakah hal tersebut akan membawa kebaikan baginya? Justru kau hanya membawa keburukan dan dosa baginya. Apakah itu yang disebut cinta? Tidak. Karena Cinta hanya akan membawa kebaikan baginya. Jika hanya keburukan yang kau bawa, maka itu bukan Cinta". Kata-kata itu sangat memukul dan menampar keras hatiku. Dan aku sadar bahwa aku mendapatkan cintanya dengan cara yang salah. Padahal yang kuinginkan adalah kebaikan baginya. Aku tak mau sesuatu yang buruk terjadi padanya. Aku salah. Aku benar-benar salah.
Semua hal yang terjadi dan semua perkataan yang terngiang dikepalaku membuat aku kalut. Aku menangis namun aku berusaha untuk menyembunyikannya dari orang rumah. Aku pin merasa bingung. Tian adalah seorang lelaki yang baik hati, hanya saja caranya pun salah sepertiku. Aku hanya bisa berdoa dan bercerita kepada Wati dan Nuri. Semua mengatakan akan lebih baik jika aku memutuskan Tian dengan segera. Dan aku pun berpikir begitu karena jika aku benar-benar menyukai Tian, maka aku harua segera mengubah caraku dengan cara yang benar. Demi kebaikan semuanya. Demi kebaikan Tian. Aku harus bisa merelakannya.
Aku terus berpikir, apakah Tian akan membenciku? Apakah Tian akan berpikir bahwa ini hanya alasanku untuk memutuskannya? Bagaimana aku harus mengungkapkannya pada Tian? Semua in terasa membingungkan karena disaat aku benar-benar menyayangi seseorang, aku harus pula merelakannya. Namun aku terus meyakini diriku sendiri bahwa Tian akan mengerti dan mungkin akan berpikiran sama denganku. Namun apakah Tian akan marah? Aku memang bukan wanita yang suci seperti Khadijah atau Fatimah. Aku juga bukan wanita yang memiliki keyakinan yang sangat kuat terhadap agama. Namun aku ingin memperbaiki diriku untuknya atas dasar-Nya. Aku ingin menyayanginya atas dasar-Nya. Aku pun ingin membawa kebaikan untuknya atas dasar-Nya.
Keesokannya aku berbicara dengan Tian baik-baik. Aku menjelaskan semuanya namun aku tak bisa menahan tangisanku saat berbicara dengannya. Namun aku tetap berusaha untuk menahannya, benar-benar kutahan. Aku terus berbicara hingga selesai namun Tian hanya menjawab "Baiklah, aku pulang dulu ya put". Hah? Hanya itu responnya? Apakah aku salah? Apakah dia marah kepadaku? Apa yang harus kulakukan?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Meraih Impian (Cerita Sejarah Pribadi)
Kala itu bertepatan pada hari kartini, terdapat seorang anak yang mulai membuka mata untuk pertama kalinya. Tangisan terdengar saat ia mula...
-
Song : Tujhe Yaad Na Meri Aayee From Movie : Kuch Kuch Hota Hai Singer : Alka Yagnik, Udit Narayan Lagu ini menggambarkan kekecewaan s...
-
Kala itu bertepatan pada hari kartini, terdapat seorang anak yang mulai membuka mata untuk pertama kalinya. Tangisan terdengar saat ia mula...
-
Lagu ini mengajarkan kita betapa besarnya Penantian. Penantian dalam Menjaga Hati. Walaupun kita tak pernah tahu apakah seseorang yang ki...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar